Pada 29 November 1979, Santo [Paus] Paulus Yohanes II menetapkan, bahwa Fransiskus dari Assisi (1181-1226) menjadi Pelindung Pelestarian Lingkungan Hidup. Penetapan ini datang atas permintaan Internasional Planning Environmental and Ecological Institute for Quality of Life. Spiritualitas Fransiskus terhadap lingkungan hidup sungguh tinggi dan sakral, sebab berdasar pada hakikat ilahi yang terdapat dalam lingkungan hidup dan elemen-elemen di dalamnya. Spiritualitas itu diaktualisasikan dan direkam, sehingga menjadi pewartaan yang hidup dan abadi bagi setiap orang, termasuk orang-orang yang meneladani keutamaan hidupnya. Spiritualitas dan aktualisasi menghormati lingkungan hidup menjadi amat sinkron.
Sejarah singkat
Fransiskus dari Assisi (selanjutnya Fransiskus) pernah hidup dalam peradaban manusia yang tercatat pada rentang 1181-1226. Ayahnya bernama Pietro Bernardone dan ibunya, Dona Pika.
Dari sisi ekonomi, Fransiskus tidak merasa terpuruk. Sebab, kedua orang tuanya tergolong mapan. Kebutuhan Fransiskus terpenuhi hingga pendidikannya pun terjamin.
Fransiskus memiliki watak periang. Tingkat kepekaannya juga cukup tinggi. Kekagumannya pada alam dan hal-hal indah sungguh kuat.
Namun, ia memiliki kebiasaan untuk boros dan berpesta dengan teman-teman seusia. Ia nakal, tetapi tidak pernah berbuat kejahatan.
Ia memiliki ambisi yang cukup kuat untuk menjadi seorang ksatria. Hal ini ingin diwujudkannya dengan ikut perang. Pada 1202, ia masuk dalam pasukan perang kota Assisi untuk melawan Perugia. Akan tetapi, Fransiskus dan pasukan Assisi kalah dalam perang.
Empat tahun kemudian, ia didaftarkan oleh ayahnya untuk kembali menjadi prajurit perang Assisi. Akan tetapi, di tengah perjalanan (kota Spoleto), Fransiskus mendapat visiun. Tuhan menyapa Fransiskus untuk bertobat dan memperbaiki gereja-Nya.
Sejak saat itu, Fransiskus melakukan ulah kesalehan dan tapa. Ia meninggalkan kemewahan dalam keluarga dan hidup miskin, tanpa ikatan dengan orang tua, dan mengemis untuk membangun gereja (fisik dan kumpulan umat). Ia juga memperbaiki moral orang lain dalam cara memandang dan memanfaatkan alam semesta.
Cara hidupnya ini menarik bagi banyak orang. Dalam perjalanan waktu, terbentuklah kelompok para biarawan (ordo) yang mengikuti teladan hidup Fransiskus.
Ada ordo untuk laki-laki (ordo pertama) yaitu Ordo Fratrum Minorum (OFM), Ordo Fratrum Minorum Conventuales (OFMConv.), dan Ordo Fratrum Minorum Cappucinorum (OFMCap.). Ada ordo kedua untuk perempuan yaitu Ordo Santa Klara. Ada pula ordo ketiga regular dan sekular untuk wanita dan ordo ketiga regular dan sekular untuk pria. Semua yang tergabung dalam ordo Fransiskus disebut dengan "fransiskan (laki-laki) dan fransiskanes (perempuan)".
Spiritualitas Selain menekankan spiritualitas pertobatan, Fransiskus juga menampilkan spiritualitas hormat pada alam dan lingkungan hidup.
Kepedulian ekologis Fransiskus direkam, baik dalam cerita historik maupun legenda. Ada kisah bahwa, ia berkomunikasi dengan burung-burung, ikan-ikan, serigala buas, domba-domba, matahari, bulan, dan bintang. Ia meminta kepada para saudara pengikutnya untuk membiarkan agar ada lahan kosong yang tidak diolah di setiap biara.
Terhadap alam dan semua elemen di dalamnya, Fransiskus menyebutnya sebagai: "Saudara dan Saudari" se-Pencipta dan seciptaan.
Ungkapan persaudaraan ini, sungguh terasa dalam gubahan lagunya, yakni Kidung Saudara Matahari (Gita Sang Surya). Teksnya dapat dilihat di sini.
Atas teladan hidupnya, Fransiskus ditetapkan menjadi Pelindung Pelestarian Lingkungan Hidup pada 29 November 1979 oleh Santo [Paus] Paulus Yohanes II. Penetapan ini datang atas permintaan Internasional Planning Environmental and Ecological Institute for Quality of Life.
Aktualisasi
Saya termasuk dalam keluarga ordo pertama laki-laki (OFMCap-Kapusin) yang mengikuti spiritualitas Fransiskus. Di sekitar saya, ada puluhan orang lagi. Ada yang disebut frater (calon pastor), pastor, dan bruder (biarawan yang tidak menjadi pastor).
Sejak tahap pembinaan awal, saya dan saudara-saudara dididik untuk memiliki sensus ecologicus (kepekaan ekologis). Hal pertama yang disampaikan adalah teori-teori, lalu dilanjutkan dengan praktik yang didampingi oleh pembina.
Beberapa aktualisasi dari spiritualitas cinta pada lingkungan hidup tumbuh dan secara perlahan mengakar. Memang, tidak selalu mudah menyinkronkan spiritualitas dengan aktualisasi.
Namun, setidaknya, beberapa aktualisasi atas konsep memelihara lingkungan hidup (ala fransiskan) yang masih terpelihara hingga saat ini, baik secara personal maupun komunal akan saya jabarkan. Khususnya dari satu sisi, yakni menjaga lingkungan dari limbah atau sampah domestik.
1. Mengontrol lingkungan dari sampah
Bukan teori atau praktik baru, bahwa lingkungan mesti dikontrol dari sampah. Di setiap tempat, ada tempat pemilahan sampah.
Sampah organik akan diolah menjadi pupuk atau makanan ternak. Di biara ada unggas, ikan, dan ternak peliharaan. Sampah organik yang masih segar dan layak, akan dimasak atau diberikan langsung untuk ternak.
Sampah plastik dibakar di tempat yang khusus, agar tidak mengganggu tetangga dan tidak terlalu mencemari lingkungan sekitar (meski akan mencemari, karena tidak diolah secara modern). Sampah kaleng-botol kaca akan digabungkan untuk dijual ke tempat khusus.
2. Mengurangi penggunaan yang berlebihan
Di biara, ada prinsip "menggunakan kertas yang masih one side". Jika dalam keadaan yang dirasa amat penting dan formal, saudara dapat menggunakan kertas yang masih baru. Di luar itu, setiap saudara menggunakan kertas yang masih digunakan satu sisi.
Akan tetapi, dalam hal-hal praktis dan untuk konsumsi informasi bersama di rumah, penyampaian sudah paperless. Sampah-sampah kertas yang kedua sisinya sudah digunakan, koran-koran bekas, dan majalah-majalah akan dikumpulkan di TPA dan dijual.
Selain kertas, spiritualitas no plastic sudah dibiasakan. Kalau berbelanja kebutuhan pribadi, setiap saudara membawa ransel, sebagai tempat menyimpan barang yang dibeli. Kalau pergi belanja untuk kebutuhan pangan, saudara menggunakan ember dan keranjang-keranjang khusus.
Untuk menghindari penggunaan berlebihan terhadap plastik, botol minum pribadi difasilitasi. Sehingga, setiap saudara mampu menjaga diri dari pembeliaan minuman kemasan.
3. Menggunakan ulang barang bekas
Sejauh masih dapat digunakan, barang akan digunakan kembali untuk fungsi yang sama maupun yang baru. Hal ini dilaksanakan dengan penggunaan plastik . Plastik dipakai kembali untuk belanja atau membungkus buah-buah yang ditanam di sekitar biara. Besi bekas juga diolah menjadi rak tanaman.
4. Tetap merawat lingkungan biara yang segar, hijau, dan produktif
Sejauh limbah domestik diolah dan dikontrol, lingkungan akan segar dan hijau. Lingkungan biara masih dapat dikatakan segar, bersih, dan hijau. Itu semua karena usaha personal maupun komunal.
Lahan biara yang luasnya sekitar 1,5 ha secara umum terpelihara dari limbah atau sampah domestik. Aktualisasi green life dapat sinkron terhadap spiritualitas fransiskan merawat lingkungan, salah satunya dari limbah (sampah).
Selain menjadi segar dan bersih dari sampah, lingkungan juga diupayakan agar produktif. Para saudara berkreasi untuk menanam pohon buah, jagung, dan sayuran. Produksi kebun akan dinikmati bersama. Jauh lebih hemat dan sehat.
5. Membiarkan lahan kosong
Selain lingkungan bersih dari sampah dan dikelola untuk produktif, para saudara dengan sengaja membiarkan ada bagian lingkungan yang tidak dikelola, dibiarkan supaya rerumputan tumbuh dan hewan-hewan kecil bebas di sana. Memang, terkadang rumput dipotong agar tidak menutupi biara sehingga tampak lebih rapi.
6. Mewartakan lewat tulisan
Salah satu upaya personal saya untuk mengajak banyak orang membina spiritualitas universal untuk memelihara lingkungan adalah tulisan. Di beberapa platform, saya menyampaikannya. Saya juga menerbitkan satu buku untuk menjadi salah satu bahan refleksi untuk merawat bumi (Bina Media Perintis, 2023).
Untuk mengurangi produksi sampah kertas, cetakan buku amat terbatas dan telah ada dalam bentuk pdf terbatas.
Upaya sinkronisasi
Sekali lagi, apa yang saya dan saudara-saudara Kapusin lakukan di biara kami adalah bentuk sinkronisasi spiritualitas dengan aksi memelihara lingkungan hidup yang telah diwariskan oleh pendiri ordo, yakni Fransiskus.
Di zaman Fransiskus, pemeliharaan terhadap lingkungan tidak seperti zaman sekarang ini. Tidak ada secara eksplisit dan tertulis pesan Fransiskus untuk "menjaga lingkungan dari sampah atau limbah domestik".
Para fransiskan-neslah yang kemudian memberikan tafsiran hermeneutik, atas spiritualitas Fransiskus yang memandang alam dan lingkungan sekitar sebagai saudara dan saudari.
Sinkronisasi ini selalu kami pandang dalam bingkai pertobatan, seperti yang dipahami oleh Fransiskus. Bertobat, bukan saja untuk tindakan dosa melawan Allah dan sesama, tetapi tindakan menyiksa dan menelantarkan alam dan lingkungan.
Bertobat juga kami pahami sebagai upaya untuk membuat yang lebih baik demi alam sekitar. Sudah ada tindakan sensus ecologicus meski sederhana. Tapi, meski sederhana, hal ini dapat dikembangkan agar memberikan dampak positif bagi orang-orang lain.
Saya melihat, bahwa tindakan-tindakan seperti ini sudah dimulai dan dikerjakan oleh banyak orang di luar biara. Tapi, masih banyak juga orang yang acuh dalam memelihara lingkungan sekitar.
Saya berharap, agar model yang kami lakukan dapat menjadi satu contoh dalam memelihara lingkungan dari limbah domestik, memelihara lingkungan menjadi segar dan bersih serta produktif. Sehingga, spiritualitas dan aktualitas menjadi sinkron. Sic fiat!
Posting Komentar