Credit: Kompasiana - Firdaus Depari
Abstrak
Francis of Assisi presented himself as a servant to the brotherhood. Service for awareness is a way of dedicating oneself to God. Each brother needs to realize the importance of serving one another in brotherly love. So serving as a student in a training house is the right way to train yourself to serve each other with manual work. Manual work is a gift from God to every brother as a service and alternative to training oneself and taking part in brotherhood. Francis understands work as a gift that must be accepted and lived with gratitude. Francis' views can be found in AngBul V.
1. Pendahuluan
Para saudara kapusin berperan aktif melaksanakan spiritualitasnya dan ikut ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Keterlibatan aktif dalam karya keselamatan itu, mengharuskan setiap saudara membangun dan membentuk diri. Satu cara yang dipakai oleh kapusin untuk membentuk diri dengan belajar ilmu teologi dan filsafat. Para saudara muda kapusin yang tinggal dalam domus formationis (rumah pembinaan) memiliki perutusan sebagai pelajar.
Para saudara muda kapusin yang dalam perutusannya menjadi pelajar tidak lepas dari persekutuan kasih dalam membina kebersamaan. Dalam proses pembinaan ini, semua saudara hadir sebagai pelayan dan saling mendukung dalam kasih persaudaraan. Salah satu cara yang ditekankan oleh Fransiskus Assisi yakni spiritualitas kerja tangan sebagai pelayanan persekutuan (persaudaraan).
Kerja tangan yang dihayati sebagai rahmat Allah dan simbol pelayanan bagi persaudaraan. Kerja tangan juga sebagai alternatif bagi para saudara untuk melatih diri dan menghindarkan kemalasan di dalam persaudaraan. Dengan kata lain, proses studi dan pembentukan diri tidak mengurangi pelayanan saudara di dalam persaudaraan. Sebab pelayanan Kerja tangan tidak harus dilakukan dengan pergi dari Biara atau berjumpa dengan khalayak ramai.
Kenyataan-kenyataan ini, menggugah penulis sebagai seorang saudara muda Kapusin untuk membahas kerja tangan sebagai pelayanan persaudaraan, yang diterapkan dalam domus formationis. Selain itu, tulisan ini dapat dilihat sebagai bentuk refleksi penulis terhadap spiritualitas persaudaraan kapusin di rumah pembinaan.
2. Pengertian Kerja
Secara filosofis, manusia memiliki berbagai atribut, salah satu diantaranya ialah homo laborans. Manusia dalam arti ributnya homo laborans mengindikasikan sebuah kegiatan manusia, baik kegiatan intelektual maupun kegiatan fisik.[1] Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kerja didefinisikan sebagai kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, mata pencaharian. Sedangkan kata "bekerja" sendiri bermakna melakukan sesuatu pekerjaan (perbuatan).[2]
Definisi yang disampaikan merupakan konsep yang sangat umum tentang kerja atau bekerja. Konsep kerja atau bekerja selalu dikaitkan erat dengan manusia sebagai pelakunya. Maka, tidak dapat disangkal bahwa kerja atau bekerja adalah kekhasan manusia kendati mesin dan hewan dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang mirip dengan aktivitas manusia.[3]
3. Dasar Biblis Kerja
Dalam Kitab Suci perjanjian lama, Allah digambarkan sebagai Pencipta (Kej 2:2; Ayub 38-41; Mzm 104; Mzm 147). Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya
(Kej 2:5-6). sebagai ciptaan, manusia diberikan kuasa oleh Allah sebagai tuan dan hamba. Sebagai tuan, manusia bertugas untuk mengolah dan melindungi ciptaan. Sedangkan sebagai hamba, manusia tunduk atas hukum-hukum alam. Semua itu, sebagai jalan manusia untuk dapat merealisasikan dirinya di dalam dunia.[4]
Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya, Laborem Exerens menegaskan bahwa bekerja adalah salah satu kegiatan khas manusia. Syarat agar manusia boleh dikatakan bekerja adalah ketika ia melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melestarikan hidupnya. Melalui karyanya, manusia mengisi dan mengembangkan diri di dalam dunia. Perintah untuk bekerja juga ditegaskan oleh Rasul Paulus ``Tiaptiap orang harus tinggal dalam pertukangan dan jabatan waktu ia dipanggil" kemudian kata sang Rasul, "Jika seorang tidak mau bekerja janganlah ia makan" (2Tes 3:10). Sebab, Kristus sendiri bekerja dan membaktikan sebagian hidup-Nya bagi kerja tangan pada bangku tukang kayu. "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka aku pun bekerja juga (Yoh 5:17). Oleh sebab itu, bekerja adalah tugas mulia yang harus dihayati dalam kehidupan sehari-hari bersama orang lain di dalam Allah.[5]
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bekerja merupakan bagian dari keadaan asali manusia dan mendahului kejatuhan ke dalam dosa. Oleh karena itu, bekerja bukanlah hukuman atau kutukan. Sebab sebelum manusia berdosa dan memberontak (Bdk. Kej 3:6-8), manusia sebenarnya sudah diperintahkan oleh Tuhan untuk bekerja (Kej 2:15). Perintah itu tidak berubah walaupun manusia pertama jatuh kedalam dosa.
4. Teladan dan Anjuran Fransiskus tentang Kerja
Fransiskus memahami kerja sebagai rahmat yang mesti diterima dan dihayati dengan penuh syukur. Pandangan Fransiskus dapat ditemukan dalam AngBul V mengatakan bahwa:
Saudara-saudara yang diberikan karunia oleh Tuhan untuk bekerja hendaknya berkerja dengan setia dan bakti; sedemikian rupa, sehingga mereka sambil mencegah diri dari sikap bermalas-malas yang merupakan musuh jiwa, tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian suci, yang kepadanya harus diabdikan hal-hal lainnya yang duniawi. Dan sebagai upah kerja, mereka hendaknya menerima apa yang merupakan kebutuhan hidup, baik bagi diri sendiri maupun bagi saudara-saudaranya, kecuali uang berbentuk apa pun; itu pun harus dengan sikap rendah, seperti seharusnya bagi hamba-hamba Allah dan penganut kemiskinan.[6]
Kerja disebut sebagai rahmat sebab manusia dan seluruh kegiatannya, sejak mula diterima sebagai rahmat gratis dari Allah. Fransiskus mengatakan saudara-saudara diberi karunia oleh Tuhan untuk bekerja.[7] Dalam ungkapan berbeda, Fransiskus menggunakan kata "gratia" yang diterjemahkan karunia atau rahmat.[8] Konsep ini menuntut praktek dalam kehidupan sebab kekayaan kerja adalah anugrah.
Nilai kerja sebagai rahmat, senantiasa diletakkan dalam kemiskinan. Sebab memahami kerja sebagai rahmat merujuk pada hubungan antara kerja dan doa.
Sebagaimana disampaikan dalam konstitusi bahwa para saudara "hendaknya bekerja dengan setia dan bakti sedemikian rupa sehingga mereka tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian suci.[9]
Fransiskus yang setia menyatakan kehendaknya untuk bekerja sebagaimana tertulis dalam wasiat-nya;
Dan aku bekerja dengan tanganku dan aku memang mau bekerja. Dan kukehendaki dengan sangat, supaya saudara lainnya melakukan pekerjaan yang pantas. Yang tidak pandai hendaknya belajar, bukan karena keinginan menerima upah kerja, melainkan untuk memberikan teladan dan mengenyahkan pengangguran. Dan bilamana kita tidak diberi upah kerja, hendaklah kita mengungsi ke meja Tuhan dengan meminta sedekah dari pintu ke pintu. [10]
Wasiat di atas merujuk pada suatu pekerjaan tangan[11] dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup harian mereka. Mereka harus hidup dari upah kerja yang mereka peroleh dengan segala bentuknya. Di sisi lain, bila mereka tidak menerima upah mereka tidak boleh bersungut-sungut. Seandainya upah kerja tidak mencukupi untuk menghidup diri mereka sendiri, barulah mereka meminta sedekah. Fransiskus menyebukan bahwa meminta sedekah adalah "sebutan mengungsi ke meja Tuhan"[12]
Pekerjaan tangan merupakan kerja harian yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan fisik dan rasio demi kelangsungan hidup. Bagi Fransiskus pekerjaan tangan merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan. Dia menyukai pekerjaan tangan. Hal ini tampak dalam seluruh karya dan hidupnya. Dalam melakukan pekerjaan tangan, ia menjadi contoh dan teladan yang baik bagi para saudaranya. Ia juga menghendaki agar mereka dapat memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan pelbagai kegiatan yang baik, benar dan berguna. Pekerjaan tangan yang biasa mereka lakukan adalah memanen atau mengirik panenan bersama para petani dan membangun Gereja.[13]
Dalam kerja tangan, Fransiskus tidak mau kalua-kalau para saudaranya menjadi batu sandungan atau merugikan keselamatan jiwa mereka. Ia menghendaki agar para saudaranya melakukan pekerjaan tangan dengan benar dan baik. Dengan demikian, mereka mampu membahagiakan semua orang yang berada bersama dengan mereka melalui teladan kerendahan hati dan kesabaran sekaligus juga untuk menghindarkan pengangguran dan menghadirkan Allah dan Putra[14]-Nya Yesus Kristus dalam segala tindakan.14
Konstitusi Saudara-Saudara Dina Kapusin 2013 menekankan bahwa kerja tangan merupakan bagian penting dari hidup kekapusinan.[15] Para saudara Kapusin tidak boleh mengizinkan dirinya dilayani, tetapi mau bekerja seperti semua orang miskin untuk mencari nafkahnya. Kendatipun tetap melaksanakan kerja tangan dan kerja rumah dan saling melayani satu sama lain.[16] Konkretisasi kerja tangan sangat tampak dalam pelaksanaan kerja rumah tangga, misalnya mencuci piring, menyediakan makanan ternak, mengurus bunga, berkebun dan sebagainya. Melalui kerja tangan ini, tampaklah cinta kasih persaudaraan dan menyadarkan kesetiaan dalam pelayanan.[17]
5. Kerja menurut Ratio Formationis Generalis Ordo Fratrum Minorum Cappuccinorum
Menurut Ratio Formationis Generalis Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum, kerja adalah rahmat yang memungkinkan kita merasa diri terealisasi secara manusiawi dan profesional.[18] Kerja dipandang bernilai sebagai pelayanan persaudaraan. Kerja pada tahap pendidikan initial formations digariskan bahwa penting membantu para postulant untuk mengerti kerja sebagai rahmat dan kesempatan dengan mengintensifkan kerelaan untuk mengerjakan tugas sederhana dan kerja rumah tangga.[19]
Pada masa novisiat kerja ditegaskan sebagai satu nilai karismatis dan menjadi bagian spiritualitas. Kita diundang untuk mengolah dan memelihara bumi dengan bekerja sama dalam ikatan saling ketergantungan diantara kita.[20] Spiritualitas kerja ini, dilanjutkan dalam posnovis sebagai masa yang tepat untuk mengenali dan mengalami berbagai bentuk kerja yang mungkin dalam ordo.[21]
Maka nilai dari kerja penting bagi pendidikan kapusin. Kerja adalah spirit yang hidup dalam pendidikan kapusin sebagai pelayanan persaudaraan. Dari kerja, saudara muda diajarkan mengolah, memelihara bumi dan melatih diri untuk tetap kreatif dalam pelayanan bersama.
6. Kapusin Bersekutu
Allah mengumpulkan kita bersama dalam satu iman, kasih dan kesatuan Trinitas. Semua orang (Kapusin) memiliki peran dalam pelayanan sebagai panggilan Tuhan. Aspek pertama dalam pokok sinodal para uskup yakni persekutuan sangat sejalan dengan kharisma kapusin yakni memprioritaskan persaudaraan (Kans 4.2). Fransiskus sejak awal telah menegaskan spirit persekutuan dalam diri saudara-saudaranya. Hidup persaudaraan dihayati oleh setiap saudara dalam persekutuan. Masing-masing saudara dengan karunia yang berbeda-beda bisa "berjalan bersama" dalam kerja tangan.[22]
Kerja tangan dilangsungkan dengan bekerja sebagai tim pula dalam persaudaraan. Setiap saudara bekerja dengan keterampilan yang saling melengkapi.
Pribadi-pribadi dilebur menjadi satu pribadi untuk mencapai tujuan bersama. Ada target bersama, bukan target pribadi sebagai tujuan. Bekerja sebagai tim memberi daya optimal dan kontribusi hasil yang baik. [23]
7. Penutup: Relevansi
Prioritas bentuk pekerjaan para saudara dina Kapusin terletak pada hidup persaudaraan dan hidup doa. Melalui kedua hal ini, para saudara kapusin mau menyatakan diri kepada dunia dewasa ini. Berdasarkan identitas mereka dalam memenuhi perutusan yang diminta oleh Gereja. Untuk mewujudkan dimensi persaudaraan dalam karya para saudara Kapusin, setiap pekerjaan dari saudara dilaksanakan sebagai karya persaudaraan. Perbedaan karunia kerja yang dimiliki setiap saudara adalah rahmat Allah yang patut disyukuri sebagai kekayaan bersama pula. Kerja tangan para saudara dikembangkan dengan program persaudaraan.
Sebagai saudara muda dalam domus formationis, para saudara menjalankan perutusan sebagai pelajar. Hidup sebagai pelajar adalah perutusan yang memiliki dimensi persaudaraan untuk membentuk diri dalam bidang intelektual. Sisi lain yang seharusnya disadari oleh setiap saudara dalam domus fomationis bahwa kerja tangan penting sebagai pelayanan persaudaraan.
Para saudara hendaknya melakukan kerja tangan dengan mengolah segala sesuatu dengan spirit kerja tangan dan akal budi. Kerja tangan sebagaimana telah diuraikan di bagian atas tulisan ini sungguh menekankan partisipasi dalam dimensi komunal. Keterlibatan tersebut dapat memajukan ketergantungan satu sama lain dan dengan semangat saling membantu, menambah mutu persaudaraan.[24] Nilai kerja bukan tentang hasil yang dikerjakan dalam konteks persaudaraan tetapi tentang partisipasi aktif saudara ikut ambil bagian dalam pelayanan kasih sebagai saudara dalam domus formationis.
Daftar Pustaka
Anggaran Dasar yang Diteguhkan Dengan Bulla, dalam karya-karya Fransiskus dari Assisi (Judul asli: Die Opuscula des HI Franziskus von Assisi), diterjemahkan oleh L. Ladjar.Jakarta: SEKAFI, 2001.
Celano, Thomas. St Fransiskus dari Assisi; Riwayat Hidup Yang Pertama & Riwayat Hidup Yang Kedua (Judul Asli: Vita Prima St. Francisco Assisi & Vita seconda
St. Francisco Assisi), diterjemahkan oleh P. J. Wahjasudija. Jakarta: SEKAFI, 1984.
Kertas Kerja Dewan Pleno Ordo VIII: Karunia Bekerja. [Tanpa Penerbit], 21 April 2015; Prot. N. 00392/15.
Konstitusi Saudara-Saudara Dina Kapusin dan Ketetapan Kapitel bersama Anggaran Dasar dan Wasiat Santo Fransiskus. Roma: [Tanpa Penerbit], 2003.
Marpaung, Manangar C. Perbaikilah Gerejaku: Dimensi Refarastif Missi dan Kerasulan Fransiskus. Medan: Bina Media, 2009.
Mas'udi Wawan (ed.), Tata Kelola Penanganan Covid-19. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2020.
Niko Syukur Dister, Pengantar Teologi. Yogyakarta, Kanisius, 2007.
Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum, Pedoman Pendidikan Umum Ordo Kapusin: Hidup menurut Pola Injil Suci (judul asli: Ratio Formationis Generalis OFMCap) diterjemahkan oleh Paulus Toni Tantiono. Medan: Bina Media, 2023.
Paus Yohanes Paulus II. Laborem Exercens (Seri Dokumen Gereja), diterjemahkan oleh R. Hardawijana. Jakarta: DOKPEN KWI, 1995.
Sembiring, Emmanuel. "Kerja Sebagai Tim" dalam Lokakarya Pedoman
Pengembangan Karya Kerasulan Kategorial Berbasis Karisma Kapusin" (Nagahuta), April 2023.
Snijders, Adelbertus. Manusia Paradoks dan Seruan. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Stefanus et al., Manusia Makhluk Beratribut. Yogyakarta: Kanisius, 2016.
Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Turnip, Andreas Win. "Semangat Komunio Dalam Keluarga Fransiskan", dalam Majalah Persaudaraan Ordo Kapusin Propinsi Medan (Pematangsiantar), No.1/XX, Januari-Maret 2022.
Verheij, Sigimund. Ke Negara Orang-orang Hidup: Anggaran Dasar Fransiskus Assisi Untuk Para Saudara Dina (Judul asli: Naar het land de levenden Regel Van Fransciscus Assisi Voor de Minder Broeders), diterjemahkan oleh Nico Syukur Dister. Medan: Bina Media, 2011.
Wasiat dalam Kajeten Esser (ed.), Karya-Karya Fransiskus dari Assisi (judul asli: Die Opuskula des HL Fransiskus von Assisi) diterjemahkan oleh Leo L. Ladjar. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Terimakasih, memberi inspirasi.
BalasHapusPosting Komentar